- Untuk mengetahui pengertian encoder dan pembagiannya
- Untuk mengetahui prinsip kerja encoder incremental dan absolut
- Dapat membuat rangkaian simulasi encoder
Gambar 2.1. Motor Encoder
2. Gerbang NAND dan NOT
Gambar 2.2. Gerbang NOT
Gambar 2.3. Gerbang NAND
3. Resistor
Gambar 2.4. Resistor
Resistor memiliki nilai resistansi atau hambatan yang berfungsi untuk menghambat dan mengatur arus listrik yang mengalir dalam rangkaian. Resistor memiliki dua pin untuk mengukur tegangan listrik dan arus listrik, dengan resistansi tertentu yang dapat menghasilkan tegangan listrik di antara kedua pin. Nilai tegangan terhadap resistansi berbanding lurus dengan arus yang mengalir.
4. LED
4. LED
Gambar 2.5. LED
Light Emitting Diode atau LED merupakan sebuah komponen yang menghasilkan cahaya monokromatik ketika diberi tegangan. LED terbuat dari semikonduktor dan perbedaan warna yang dihasilkan disebabkan perbedaan bahan semikonduktor yang digunakan.
A. Pengertian Encoder
Rotary encoder adalah divais elektromekanik yang dapat memonitor gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah. Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali. Rotary encoder umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive, dsb.
Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-lubang pada bagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu photo-transistor diletakkan sehingga photo-transistor ini dapat mendeteksi cahaya dari LED yang berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau divais berputar lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor berputar piringan juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED dapat mencapai photo-transistor melalui lubang-lubang yang ada, maka photo-transistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu pulsa gelombang persegi. Pada gambar menunjukkan bagan skematik sederhana dari rotary encoder. Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan akurasi rotary encoder tersebut, akibatnya semakin banyak jumlah lubang yang dapat dibuat pada piringan menentukan akurasi rotary encoder tersebut.
Gambar 3.1 Encoder
B. Pembagian Encoder
1. Incremental Encoder
Tipe Incremental Rotary Encoder merupakan tipe rotary encoder yang paling sederhana karena hanya dapat mengukur perubahan sudut relatifnya saja. Karena kurangnya akurasi dari incremental rotary encoder ini perlu ditambahkan satu lagi sensor optik untuk menentukan arah putaran porosnya. Dua buah sensor optik dipasang pada sudut yang berbeda sehingga arah putaran dapat diketahui, biasanya sering disebut Channel A dan Channel B.
Gambar 3.2. channel A dan B
Incremental encoder terdiri dari dua track atau single track dan dua sensor yang disebut channel A dan B. Ketika poros berputar, deretan pulsa akan muncul di masing-masing channel pada frekuensi yang proporsional dengan kecepatan putar sedangkan hubungan fasa antara channel A dan B menghasilkan arah putaran. Dengan menghitung jumlah pulsa yang terjadi terhadap resolusi piringan maka putaran dapat diukur. Untuk mengetahui arah putaran, dengan mengetahui channel mana yang leading terhadap channel satunya dapat kita tentukan arah putaran yang terjadi karena kedua channel tersebut akan selalu berbeda fasa seperempat putaran (quadrature signal). Seringkali terdapat output channel ketiga, disebut INDEX, yang menghasilkan satu pulsa per putaran berguna untuk menghitung jumlah putaran yang terjadi.
Gambar. 3.3 Incremental Encoder
2. Absolute Encoder
Absolute encoder menggunakan piringan dan sinyal optik yang diatur sedemikian sehingga dapat menghasilkan kode digital untuk menyatakan sejumlah posisi tertentu dari poros yang dihubungkan padanya. Piringan yang digunakan untuk absolut encoder tersusun dari segmen-segmen cincin konsentris yang dimulai dari bagian tengah piringan ke arah tepi luar piringan yang jumlah segmennya selalu dua kali jumlah segmen cincin sebelumnya. Cincin pertama di bagian paling dalam memiliki satu segmen transparan dan satu segmen gelap, cincin kedua memiliki dua segmen transparan dan dua segmen gelap, dan seterusnya hingga cincin terluar. Sebagai contoh apabila absolut encoder memiliki 16 cincin konsentris maka cincin terluarnya akan memiliki 32767 segmen.
Gambar 3.4. Absolute Encoder
Karena setiap cincin pada piringan absolute encoder memiliki jumlah segmen kelipatan dua dari cincin sebelumnya, maka susunan ini akan membentuk suatu sistem biner. Untuk menghasilkan sistem biner pada susunan cincin maka diperlukan pasangan LED dan photo-transistor sebanyak jumlah cincin yang ada pada absolut encoder tersebut.
Gambar 3.5. Cincin pada absolute encoder
4. Prinsip Kerja [kembali]
Pada rangkaian tersebut, Vcc yang digunakan sebesar 12V, kemudian motor encoder memiliki Zero Load RPM sebesar 45 dan Load% sebesar 1, sehingga besar tegangan yang terukur pada motor encoder adalah 45V sehingga didapatkan perubahan posisi sudut sebanyak 27 kali untuk mencapai perputaran 360 derajat.
Untuk menentukan besar sudut setiap satu kali pergeseran sudut yaitu :
1 kali pergeseran sudut = 360/jumlah pergeseran sudut
1 kali pergeseran sudut = 360/27 = 13,3 derajat
Berikut tabel pergeseran sudut :
Gambar 4.1. Tabel pergeseran sudut
Gambar 5.1. Rangkaian simulasi encoder
Materi download
Rangkaian download
Video download
Datasheet Encoder download
terimakasih atas infonya
ReplyDeleteflux pasta